Pengaruh Kurang Gizi Terhadap Pembangunan Sumber Daya Manusia

Indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan indikator untuk mengetahui keberhasilan pembangunan sumber daya manusia di suatu negara atau propinsi atau kabupaten. IPM Indonesia masih berada di bawah negara-negara asia tenggara, kecuali Timor Leste. Ini menunjukkan bahwa pembangunan sumber daya manusia di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga semisal Singapura, Thailand maupun Malaysia.
Semua ahli telah sepakat bahwa keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa lebih ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, bukan oleh melimpahnya sumber daya alam (SDA). Beberapa negara telah membuktikan hal tersebut seperti Jepang dan Singapura, di mana keterbatasan SDA mereka tutupi dengan peningkatan kualitas SDM. Dan hasilnya ? Kita semua saat ini telah menyaksikan keberhasilan kedua negara itu.

Lalu bagaimana cara menciptakan sumber daya yang berkualitas ?
Faktor utama yang berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Status gizi yang baik, stimulasi dari keluarga, perumahan memadai, sanitasi lingkungan sehat serta tersedianya sarana dan prasarana akan menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak (Soetjiningsih, 1995).
Perkembangan kecerdasan anak dapat terganggu oleh kondisi lingkungan atau fisik yang kurang mendukung, seperti kekurangan gizi dan stimulasi dari lingkungan. Kekurangan gizi yang berat mengakibatkan ukuran lingkar kepala yang lebih kecil dan kemampuan kognitif yang lebih rendah. Kekurangan gizi juga mempengaruhi kepribadian yang menyebabkan mereka apatis. Bahkan sesudah kekurangan gizi diperbaiki, masih dilaporkan adanya ketertinggalan dalam kemampuan kognitif (Hurlock, 2008).
Kekurangan gizi pada janin sampai usia dua tahun akan memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendeknya adalah akan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan otak anak, sehingga untuk jangka panjang akan menyebabkan rendahnya kemampuan kognitif dan kemampuan belajarnya (Soekirman, 2000).
Kualitas perkembangan otak manusia tergantung pada interaksi antara potensi genetik dan faktor-faktor lingkungan seperti asupan gizi, stimulasi dan sikap orang tua. Sel-sel otak lebih sensitif terhadap zat gizi dari pada sel-sel tubuh yang lain. Otak adalah organ fisik yang sangat berharga, pusat segala eksistensi kita seperti inteligensi, kepribadian, emosi, akal, spiritual dan jiwa. Kita dapat mengoptimalkan fungsi saraf dalam otak melalui kecukupan zat gizi dan aktivitas mental dan fisik. Terdapat lebih dari 100 milyar jaringan saraf dalam otak yang integritasnya tergantung pada asupan zat gizi yang cukup (Singh, 2003).
Defisiensi berbagai zat gizi terutama zat gizi makro akan mempengaruhi neuroanatomi, neurokimia dan neurofisiologi perkembangan otak. Pengaruh neuroanatomi berupa berkurangnya jumlah dan ukuran neuron serta pembentukan sinapsis. Pengaruh neurokimia berupa perubahan sintesis neurotransmiter dan jumlah reseptornya. Pengaruh neurofisiologi berupa kemampuan neuron untuk bekerja menghantarkan impuls saraf (Georgieff, 2006).
Protein dan energi mendukung perkembangan otak yang cepat. Otak membutuhkan protein untuk sintesis deoxyribonucleic Acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA), produksi neurotransmiter, sintesis faktor pertumbuhan serta untuk perpanjangan neurit sehingga fungsi otak efisien dalam jaringan sinapsis. Defisiensi protein menyebabkan kehilangan struktur dendrit dan gangguan pada dendrit tulang belakang. Efek terberat pada bagian kortek dan hipokampus yang berfungsi sebagai pusat memori (Georgieff, 2006).
Sejumlah penelitian pada tikus memperlihatkan bahwa keadaan malnutrisi prenatal dan pascanatal dini menimbulkan banyak perubahan dalam struktur otak tikus tersebut, kendati perubahan itu akan membaik pada saat tikus itu diberi makan kembali. Namun demikian, beberapa perubahan dianggap permanen, seperti jumlah mielin dan dendrit kortikal dalam medulla spinalis serta peningkatan jumlah mitokondria dalam sel-sel neuron syaraf (Baker-Henningham & Grantham-McGregor, 2009)
Penelitian-penelitian pada masyarakat telah membuktikan hal tersebut. Mendez & Adair (1999), di Filipina menemukan bahwa anak dengan perawakan sangat pendek memiliki skor inteligensi lebih rendah daripada anak dengan perawakan normal. Berkman et al. (2002) di Peru menemukan bahwa kurang gizi pada umur di bawah 2 tahun berdampak pada rendahnya fungsi kognitif pada usia 9 tahun. Anak yang sangat pendek memiliki rata-rata skor inteligensi 10 poin lebih rendah daripada anak gizi baik. Liu et al. (2004) menemukan kurang gizi pada usia 3 tahun berpengaruh terhadap kekurangan neurokognitif, di mana jika terus belangsung akan berdampak pada masalah-masalah perilaku sampai usia dewasa.

Bagaimana fakta pembangunan gizi di Indonesia saat ini?
Pemberian intervensi gizi bersama stimulasi dapat mengurangi dampak kurang gizi terhadap tingkat kecerdasan. Grantham et al. (1991) melakukan penelitian eksperimen pada anak stunted usia 9-24 bulan. Penelitian ini menemukan bahwa pemberian suplementasi bersama dengan stimulasi meningkatkan perkembangan mental anak. Watanabe et al. (2005) di Vietnam melakukan penelitian tentang efek jangka panjang dari intervensi gizi dan stimulasi dini perkembangan anak usia 4-5 tahun terhadap perkembangan kognitifnya pada usia 6,5-8,5 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor kognitif lebih tinggi pada kelompok yang mendapatkan intervensi gizi dan stimulasi daripada kelompok yang mendapatkan intervensi gizi saja.
Jadi meskipun perkembangan intelegensia anak mengalami keterlambatan akibat status gizi masa lalunya tetapi jika dilakukan penanganan yang baik yaitu dengan melibatkan semua sector dan ahli maka akan memberikan dampak yang lebih baik daripada hanya dengan intervensi gizi saja. Pemberian stimulasi untuk merangsang perkembangan anak sangat bermanfaat untuk merangsang perkembangan syaraf-syaraf anak. Hal ini telah di buktikan oleh Mendez & Adair (1999) dimana semakin tinggi kelas anak yang berarti semakin lama anak mendapatkan stimulasi dari sekolah perbedaan kecerdasan anak antara anak gizi buruk dan anak normal semakin kecil.